Makassar. Visioneernews.com – Dunia pendidikan di Provinsi Sulawesi Selatan kembali diterpa isu miring. Kali ini, program Pembelajaran Mata Pelajaran (Mapel) Khusus Tahun 2025 diduga menjadi ladang bisnis baru di lingkup Dinas Pendidikan Sulsel.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan RI Nomor 19 Tahun 2007, Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diamanahkan untuk membiayai operasional pendidikan dasar dan menengah, mulai dari administrasi sekolah, penyediaan alat pembelajaran, hingga pemeliharaan sarana dan prasarana. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa dana tersebut diduga dialihkan ke program yang sarat kepentingan.
Berdasarkan data yang diterima redaksi, kegiatan ini menyasar 323 sekolah SMA dan SMK se-Sulsel. Setiap kelas diwajibkan mengikuti kegiatan Pembimbingan Mapel Khusus dengan rincian biaya:
Jasa narasumber: Rp10 juta per kelas (40 jam × Rp250 ribu/jam).
Language-Math Digital Camp: Rp15 juta per paket (3 hari 2 malam).
Dengan skema tersebut, satu sekolah dengan tiga kelas bisa menghabiskan dana hingga Rp45 juta. Angka yang dinilai fantastis dan jauh dari esensi penggunaan Dana BOS sebagaimana diatur dalam regulasi.
Menurut pengamat pendidikan, Rizal, kegiatan ini diduga diprakarsai oleh Plt. GTK PITK Disdik Sulsel, Ansyar Syukur, dengan dugaan adanya “fee” yang mengalir dari program tersebut. Bahkan, Rizal menyebut Kadisdik Sulsel Andi Iqbal Najamuddin tidak lepas dari sorotan terkait keterlibatan dalam skema tersebut.
“Kegiatan ini sarat bisnis dan kepentingan. Ada keuntungan yang jelas dari setiap paket kegiatan yang diwajibkan ke sekolah-sekolah,” tegas Rizal kepada media, Senin (29/9/2025).
Ia menambahkan, konsentrasi kepala sekolah kini seolah dipaksa masuk ke dalam situasi dilematis: antara menjalankan program yang didorong dinas atau taat pada aturan pengelolaan BOS yang ketat.
Sejumlah sumber yang dihimpun media mengungkapkan keprihatinan. Pasalnya, daftar sekolah pelaksana tidak pernah disertai Surat Keputusan (SK) resmi dari Dinas Pendidikan Sulsel. “Ini yang membuat posisi kepala sekolah rentan. Kalau nanti bermasalah di kemudian hari, mereka yang berhadapan langsung dengan aparat hukum,” ungkap salah satu sumber.
Ia mencontohkan kasus serupa, Ramadhan Mengaji, di mana sejumlah kepala sekolah dan bendahara pernah dipanggil BPK untuk mempertanggungjawabkan penggunaan dana BOS. Menariknya, dalam kegiatan Pembelajaran Mapel Khusus ini juga disebut menghadirkan narasumber dari Alumni LPDB, yang semakin menimbulkan tanda tanya besar terkait tujuan dan legitimasi kegiatan.
Dalam Permendikbud Nomor 19 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS, telah ditegaskan bahwa BOS diprioritaskan untuk:
1. Pembelian buku dan alat pembelajaran.
2. Pembiayaan administrasi sekolah.
3. Pemeliharaan sarana dan prasarana.
4. Kegiatan ekstrakurikuler yang menunjang kompetensi siswa.
5. Kegiatan penerimaan siswa baru.
Aturan lebih baru, yaitu Permendikbudristek Nomor 63 Tahun 2022, menegaskan bahwa BOS reguler hanya bisa digunakan untuk 13 komponen, antara lain: pembelajaran, asesmen, ekstrakurikuler, peningkatan kapasitas guru, serta operasional rutin sekolah.
Dari dua payung hukum tersebut, tidak ada klausul yang menyebutkan penggunaan dana BOS untuk pembayaran jasa narasumber eksternal dengan tarif Rp250 ribu/jam ataupun kegiatan paket digital camp senilai Rp15 juta.
Artinya, jika program Pembelajaran Mapel Khusus dipaksakan menggunakan dana BOS, maka kegiatan tersebut berpotensi melanggar aturan dan bisa masuk dalam kategori penyalahgunaan anggaran pendidikan.
Pakar hukum pendidikan menilai, jika benar dana BOS dipakai untuk kegiatan tersebut, maka terdapat potensi pelanggaran hukum berupa:
Pelanggaran administrasi keuangan negara karena penggunaan anggaran tidak sesuai juknis.
Tindak pidana korupsi jika terbukti ada mark-up biaya, fee, atau aliran dana ke pihak tertentu di luar sekolah.
Pertanggungjawaban personal kepala sekolah karena kepala sekolah adalah penanggung jawab utama dana BOS di satuan pendidikan.
“Kepala sekolah bisa dipanggil BPK atau aparat penegak hukum jika ada audit lanjutan. Bahkan bila terbukti ada kesengajaan, konsekuensinya bisa masuk ranah pidana korupsi,” jelas salah satu sumber hukum yang enggan disebutkan namanya.
Kondisi ini membuat kepala sekolah berada di posisi dilematis. Di satu sisi, mereka mendapat tekanan dari dinas untuk melaksanakan kegiatan. Di sisi lain, regulasi BOS menutup rapat celah pembiayaan kegiatan semacam itu.
“Ini ibarat simala kama: dijalankan salah, tidak dijalankan juga salah. Yang paling dirugikan tentu kepala sekolah karena namanya yang tercantum sebagai penanggung jawab anggaran,” ujar Rizal.
Sejumlah pemerhati pendidikan di Sulsel menilai perlunya audit investigatif independen terhadap program ini. Selain itu, transparansi penggunaan BOS juga wajib dilakukan agar masyarakat mengetahui apakah anggaran benar-benar digunakan sesuai aturan atau justru menjadi bancakan proyek.
“Gubernur Sulsel harus segera memerintahkan Inspektorat melakukan audit khusus. Kalau tidak, maka dunia pendidikan kita akan terus tercoreng dengan praktik bisnis berkedok program peningkatan kualitas belajar,” tegas Rizal.
Sementara, Kadisdik Sulsel Andi Iqbal Najamuddin saat dikonfirmasi lewat Warrshapnya menjawab dengan singkat memberikan jawaban bahwa Kegiatan Pelajaran Pembimbing khusus Mapel, itu sudah di SK ,kan ,dan pemateri kegiatan tersebut Dari Alumni LPDB.
(Tim/Red)
0 Komentar