Makassar. Visioneernews.com – Komunikasi publik yang baik menjadi kunci membangun hubungan sehat antara sekolah dan masyarakat, termasuk dengan media. Namun, sikap Kepala SMAN 10 Makassar, Bach Mansyur, S.Pd., M.Pd., serta Kepala SMA 12 Makassar, menuai sorotan tajam karena dinilai tidak cerdas dalam berkomunikasi dan gagal memahami regulasi pendidikan.
Dalam pertemuan dengan wartawan di area Gedung Guru H. Jusuf Kalla, Senin (22/9/2025), Bach Mansyur secara tegas melarang sekolah berlangganan media cetak maupun online. Pernyataan ini sontak memicu reaksi keras dari insan pers dan pemerhati pendidikan.
Direktur Utama PT Alesya Pratama Indonesia, Rizal Rahman, menilai larangan tersebut mencerminkan ketidakpahaman seorang kepala sekolah dalam membangun komunikasi yang sehat.
“Pernyataan ini memperlihatkan kelemahan komunikasi publik dan miskinnya pemahaman tentang peran media dalam pendidikan,” tegasnya.
Lebih jauh, Rizal yang juga pemerhati pendidikan menilai pernyataan itu bertentangan dengan regulasi. Ia merujuk pada Permendiknas Nomor 8 Tahun 2017 dan Permendiknas Nomor 1 Tahun 2018 tentang Juknis BOS, yang jelas memperbolehkan sekolah setingkat SMP hingga SMA/SMK berlangganan media cetak maupun publikasi berkala.
“Jangan asal melarang tanpa dasar yang jelas. Justru media adalah sarana literasi penting bagi siswa dan guru,” ujarnya.
Pandangan serupa datang dari akademisi Universitas di Makassar. Ia menilai kepala sekolah seharusnya membaca aturan dengan jernih, bukan menafsirkan secara serampangan.
“Sekolah butuh keterbukaan informasi. Melarang berlangganan media justru menunjukkan lemahnya pemahaman regulasi dan mengerdilkan akses siswa terhadap literasi,” katanya.
Pengamat kebijakan pendidikan Sulawesi Selatan juga menekankan, larangan tersebut kontraproduktif dengan visi pendidikan nasional. Literasi, menurutnya, tidak hanya sebatas buku pelajaran, melainkan juga akses terhadap informasi aktual dari media kredibel.
“Jika kepala sekolah menutup pintu terhadap media, sama saja menutup ruang belajar tambahan bagi siswa,” ungkapnya.
Sementara sejumlah tokoh pendidikan Makassar menilai sikap kepala sekolah yang anti terhadap media berpotensi mencoreng citra dunia pendidikan.
“Kepala sekolah adalah figur publik. Jika komunikasinya tidak cerdas, dampaknya bukan hanya merusak hubungan dengan media, tapi juga menggerus kepercayaan masyarakat,” pungkas mereka.
Catatan Redaksi: Berita ini disusun semata-mata sebagai edukasi bagi pemangku kebijakan, khususnya kepala sekolah, Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, dan Inspektorat, agar memberi perhatian serius terhadap persoalan komunikasi publik di lingkungan pendidikan.
(**Tim)
0 Komentar