Ketika Penegak Hukum Diduga Ikut Bermain, Masyarakat Mukomuko Teriakkan Ketidakadilan

Ketika Penegak Hukum Diduga Ikut Bermain, Masyarakat Mukomuko Teriakkan Ketidakadilan

Mukomuko, Bengkulu. Visioneernews.com - Kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Kabupaten Mukomuko kembali goyah. Sejumlah warga menilai aparat penegak hukum, khususnya di lingkungan Polres Mukomuko, belum menunjukkan profesionalisme dan keberpihakan terhadap keadilan.

Sorotan tajam publik mencuat setelah muncul dua kasus menonjol: pencurian buah sawit yang dihentikan dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), serta kasus lain yang Diduga menyeret oknum anggota Polres Mukomuko sebagai penampung hasil curian. Kedua kasus ini menimbulkan pertanyaan besar tentang transparansi, integritas, dan komitmen aparat dalam menegakkan hukum secara adil.

Kasus pencurian buah sawit yang dihentikan melalui SP3 menuai protes dari masyarakat. Mereka menduga adanya intervensi atau tekanan dari pihak tertentu yang memengaruhi proses hukum. Sejumlah warga bahkan menilai, penghentian penyidikan itu menunjukkan lemahnya keberanian polisi dalam menegakkan hukum ketika kasus menyentuh pihak-pihak berpengaruh.

“Kalau hukum bisa dihentikan karena tekanan, lalu di mana keadilan bagi masyarakat kecil?” ujar salah seorang tokoh masyarakat yang enggan disebut namanya.

Warga juga mempertanyakan alasan hukum di balik penerbitan SP3 tersebut, mengingat bukti-bukti di lapangan dinilai cukup kuat untuk melanjutkan proses penyidikan.

Tidak berhenti di situ, masyarakat juga dibuat geram oleh kabar bahwa seorang oknum anggota Polres Mukomuko diduga ikut terlibat sebagai penampung hasil curian sawit. Dugaan keterlibatan aparat penegak hukum ini semakin memperburuk citra kepolisian di mata publik.

“Kalau penegak hukum ikut bermain, bagaimana masyarakat bisa percaya? Ini sudah melukai rasa keadilan,” kata Advokat Wilton Subing, praktisi hukum yang aktif memantau dinamika penegakan hukum di Mukomuko.

Menurut Wilton, kasus ini menunjukkan adanya ketimpangan hukum yang serius. Ia menilai penegakan hukum di Mukomuko terkesan tebang pilih, keras terhadap rakyat kecil, tetapi lembek ketika menyentuh pihak yang memiliki kekuasaan atau kedekatan dengan aparat.

Wilton Subing juga menyoroti praktik “pengarakkan” terhadap pelaku pencurian sawit, yang menurutnya tidak mencerminkan keadilan dan mengandung unsur perlakuan diskriminatif.

“Hukum seharusnya ditegakkan berdasarkan prinsip keadilan dan kemanusiaan, bukan untuk mempermalukan. Kalau pelaku kecil diarak, tapi pelaku besar dilindungi, itu bukan hukum, itu ketidakadilan,” tegasnya.

Ia mendesak agar Kapolres Mukomuko dan Kasat Reskrim segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses penyidikan di wilayahnya, agar tidak ada lagi praktik yang menimbulkan ketidakpercayaan publik.

Masyarakat Mukomuko kini menaruh harapan besar agar kepolisian setempat dapat bertindak profesional, transparan, dan tidak berpihak. Mereka menuntut agar setiap laporan masyarakat diproses secara terbuka dan tidak ditutup-tutupi, terutama jika melibatkan aparat sendiri.

“Kami tidak menuntut lebih, hanya keadilan dan keterbukaan. Jangan ada lagi kasus yang berhenti tanpa alasan jelas,” ujar salah satu warga Desa Lubuk Bento.

Masyarakat juga mendesak agar pihak Polda Bengkulu turun langsung mengawasi penanganan kasus-kasus di Polres Mukomuko, guna memastikan tidak ada penyimpangan hukum dan menjaga kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.

Pengamat hukum menilai bahwa kasus-kasus seperti ini berpotensi merusak citra Polri di daerah, terutama bila tidak segera direspons dengan langkah-langkah konkret. Kapolres dan Kasat Reskrim Mukomuko diharapkan menunjukkan komitmen nyata dalam membenahi kinerja penyidik dan menjamin keadilan bagi semua pihak.

Penegakan hukum yang bersih dan transparan menjadi kunci untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat. Jika ketidakadilan terus dibiarkan, maka bukan hanya wibawa kepolisian yang terancam, tetapi juga stabilitas sosial di tingkat daerah.

Masyarakat Mukomuko kini menanti langkah tegas dari pimpinan Polres dan Polda Bengkulu. Mereka berharap aparat benar-benar menegakkan hukum tanpa pandang bulu, baik terhadap masyarakat kecil maupun aparat sendiri.

“Hukum harus berdiri di atas kebenaran, bukan di bawah tekanan,” pungkas Advokat Wilton Subing. (**TIM/Red)

Posting Komentar

0 Komentar