“Wisata Bencana” di Lubuk Minturun: Seruan Pedas dari Pemuda Kampung untuk Hentikan Penyelewengan Bantuan

“Wisata Bencana” di Lubuk Minturun: Seruan Pedas dari Pemuda Kampung untuk Hentikan Penyelewengan Bantuan

Padang. Visioneernews.com — Lubuk Minturun, daerah yang dulu dikenal dengan keindahan pemandian alaminya, kini berubah menjadi kawasan duka. Banjir bandang, longsor, dan kerusakan hebat melanda wilayah Balai Gadang hingga Koto Panjang Ikur Koto, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang. Namun di tengah derita warga, muncul suara lantang dari masyarakat yang menyoal perilaku sebagian oknum yang diduga menjadikan bencana sebagai “tempat wisata” untuk pencitraan.

Dengan diawali basmallah, seorang pemuda setempat yang menuliskan kegelisahannya menyebut fenomena itu sebagai “Wisata Bencana”—sindiran keras terhadap pejabat maupun pihak tertentu yang hadir hanya untuk berswafoto, berkeliling, dan tampil di publik tanpa benar-benar menyentuh inti persoalan.

 “Astagfirullah… sungguh menyedihkan saat bencana dijadikan panggung kunjungan pejabat, sementara warga masih berkubang lumpur dan kehilangan tempat tinggal,” tulisnya.

Bencana Besar, Tapi Status Masih “Bencana Provinsi”

Kekecewaan warga juga muncul karena hingga kini, situasi yang melanda Sumbar, Sumut, dan Aceh belum ditetapkan sebagai bencana nasional, meski dampaknya disebut-sebut lebih parah daripada tragedi besar di masa lalu.

Sejumlah tokoh, termasuk Gubernur dari daerah terdampak lain, bahkan menyatakan bahwa kerusakan kali ini sudah mencapai tingkat krisis serius. Namun, status penanganan bencana masih berada di level provinsi.

Warga Lubuk Minturun berharap pemerintah pusat melihat langsung kondisi lapangan, bukan sekadar berdasarkan laporan di meja.

Bantuan Menggunung pada Malam Hari, Hilang di Pagi Hari. Di tengah derasnya bantuan dari berbagai pihak, laporan aneh muncul dari warga:

Bantuan yang menggunung di malam hari, hilang entah ke mana saat pagi tiba.

Ada dugaan oknum memindahkan logistik secara sembunyi-sembunyi.

Ada pula keluhan bahwa distribusi bantuan tidak tepat sasaran, bahkan tidak pernah sampai ke warga yang paling terdampak.

Warga bertanya-tanya:
Menghilang ke mana bantuan itu? Siapa yang mengalirkan? Mengapa tidak ada pengawasan ketat?

Fenomena ini menambah luka batin para korban bencana yang sedang berjuang menyelamatkan hidup.

Kunjungan Pejabat: Antara Harapan dan Luka Baru

Kedatangan pejabat nasional, termasuk Menteri Pangan dan seorang tokoh publik yang kini menjabat posisi strategis, awalnya disambut syukur oleh warga. Namun masalah justru muncul setelahnya.

Lokasi kunjungan pejabat diduga memicu perebutan distribusi bantuan, penyelewengan, hingga ketidakadilan dalam pendataan korban.

 “Mengapa lokasi yang dikunjungi para pejabat justru menjadi kacau? Mengapa ada hak warga yang hilang setelah rombongan itu pulang?” keluh seorang warga.

Seruan dari Pemuda Kampung: Tolong Hentikan Zalim di Atas Derita Warga

Dalam tulisannya, pemuda yang menyebut dirinya Buyde mengirimkan pesan langsung kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Ia mengungkapkan bahwa rakyat kecil masih percaya kepada pemimpinnya, namun kecewa karena banyak aparat di bawah yang dinilai tidak amanah.

Pesan itu lugas, namun penuh harapan:

 “Bapak Presiden, banyak bawahan Bapak yang lupa diri. Hak dan rezeki warga yang terkena bencana hilang begitu saja. Mohon ditinjau kembali status bencana ini. Banyak daerah—Aceh, Sumut, Sumbar—yang sudah benar-benar parah.”

Ia juga meminta agar penentuan status bencana tidak hanya berdasarkan laporan formal, tetapi hasil tinjauan lapangan yang jujur.

Mengingatkan: Jangan Jadikan Bencana Panggung Pencitraan

Tulisan itu juga menyinggung kegelisahan moral bahwa sebagian pejabat, aparat, atau tokoh publik tampak lebih sibuk tampil di media daripada memastikan penderitaan warga benar-benar tertangani.

“Bencana ini bukan tempat kampanye. Bukan tempat pamer. Ini luka saudara kita.”

Buyde menutup pesannya dengan refleksi mendalam:

 “Jangan lupa, Allah Maha Melihat. Tidak ada yang luput dari keadilan-Nya.”

Doa dan Harapan dari Kampung Kecil

Warga Lubuk Minturun, Balai Gadang, hingga Koto Panjang Ikur Koto kini hanya berharap:

Bantuan tersalurkan tepat sasaran.

Pemerintah pusat turun tangan lebih nyata.

Status bencana dikaji ulang.

Tidak ada lagi oknum yang memanfaatkan penderitaan rakyat sebagai panggung.

Di akhir tulisannya, Buyde mengutip pesan Bung Karno tentang kekuatan pemuda:

“Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncang dunia.”

Dan hari ini, satu pemuda dari kampung kecil mencoba mengguncang nurani bangsa—agar suara rakyat kecil benar-benar terdengar.

Sumber Opini : Jeritan Warga Korban Bencana


#Sumbar#Padang#PresidenPrabowoSubianto#TNI-Polri

Posting Komentar

0 Komentar