Bencana ini ulah siapa...?? . Ulah Tangan Manusia....Di Balik Bencana Sumatera ada Perusahaan - Perusahaan Besar Yang Bermain

Bencana ini ulah siapa...?? . Ulah Tangan Manusia....Di Balik Bencana Sumatera ada Perusahaan - Perusahaan Besar Yang Bermain.....

Jakarta GAKORPAN Kondusif Minggu 07/12/2025Visioneernews.com - Dalam ajang Bedah kasus di Forum Kebangsaan ,Bela Negara ,Pancasila ,UUD 45 NKRI Harga mati DPP GAKORPAN,PPWI,Sarjana Pancasila ,GWI yang diselenggarakan di Graha Timbos Gakorpan Ekklesia Cirendeu Jl.Cirendeu lndah lV.No 30 Rt.02/01 Kel.Cirendeu Kec.Ciputat Timur Kota Tangsel yang diselenggarakan meriah bertujuan refleksi Tokoh tokoh Jurnalis,aktifis Nasional, 500 peserta seperti Dr Bernard BBBBI Siagian, S.H., M.A., Kp Rusman Pinem, S.H., S.Sos., Dr Agip Supendi, S.H., M.H., Dr Kristanto Manullang S.H., M.H., David Sianipar., S.H., M.H., Bunda Tiur Simamora Tokoh Sibolga Nauli Sipending Emas PPWI .MKGR. Bubda Roslenny News ,Bunda Farida Sebayang Kosgoro ,Bunda Nelly Pardede Tokoh Soksi KH. Nurdin Aliandi ketum BAKRI ,Sarifudin Paralegal DPN.BAKRI dll.

Para ahli menyebut ini adalah Paradigma anomali.krusial siklon tropis senyap , Rusman Pinem menyanggahnya dikatakan dalam Forum kebangsaan akal logika berpikir rational, tetapi kita berfikir yang berbeda. Pernyataan Mendagri dan Menteri Lingkungan Hidup yang siap akan memberi sanksi kepada 3 Pemda pemerintah daerah Sumatera seolah ingin menunjukkan jumawa jati diri yang kurang konstruktif, negara harus hadir untuk ketegasan negara. 

Namun publik yang mengikuti ranah politik lempar batu sembunyi tangan itu tertawa ,ini dinamika terdampak regulasi sejak 2020 tahukah kita tentang satu hal penting krusial.: Kesalahan bukan di pemda. Kesalahan ada pada negara yang melakukan resentralisasi perizinan, termasuk melemahkan peran AMDAL, dan kemudian menuduh pemda "*Tidak becus "* Ini ibarat mematahkan payung hukum, kaki seseorang, lalu memarahinya karena tidak becus untuk bisa berlari.

1. Resentralisasi Izin: Pemda Tidak Lagi Menentukan AMDAL

Sejak lahirnya UU Cipta Kerja, kemudian turunannya PP 22/2021, hampir semua otoritas strategis lingkungan—termasuk aspek kunci AMDAL—ditarik dari daerah ke pusat.
 • Penilaian AMDAL dipusatkan.
 • Kewenangan persetujuan lingkungan ada di pusat.
 • Mekanisme keberatan masyarakat dipangkas.
 • Rekomendasi teknis dari pemda sering hanya formalitas belaka.

Lalu ketika kencangnya air bah banjir bandang bencana nasional terjadi, pusat menuding pemda? Ini ironis faktor ngeles tanggung jawab yang mahal menteri kehutanan yang dulu dan sekarang berlomba lomba cari alibi narasi argumentasi di ruang publik untuk cepat cepat ngeles tudingan masyarakat mungkin dengan bentuk pencitraan memikul beras bantuan ,atau menyekop lumpur lumpur banjir pakai sekop ,ini konstribusi sesat narasi argumen faktor pembenaran sesaat takut dengan oligarkhi pemilik modal !!,? 

2. AMDAL Tidak Lagi faktor “Menentukan” Izin — Sekadar kasih uang tip siluman dan Formalitas belaka.

Dahulu, dokumen AMDAL memiliki daya tangkal,daya cegah. Jika AMDAL tidak layak, izin otomatis dibekukan ,di close untuk tidak keluar. Pasca undang undang Cipta Kerja disyahkan DPR senayan .maka berdampak AMDAL berubah menjadi lampiran administratif kosong tanpa waskat jadinya bukan faktor pengendali proyek yang destruktif 

“Persetujuan lingkungan” melebur dalam perizinan usaha, sehingga menjadi bagian dari satu paket yang disetujui sekaligus. Akibatnya, AMDAL tidak bisa lagi menghentikan proyek. Proyek jalan dulu, koreksi belakangan. Celah hukum meluas terdampak destruktif alih alih dengan dalih “percepatan investasi”. Jika rem mobil diganti stiker PSN ,mungkin juga jangan heran mobilnya akan menabrak tebing hutan gundul 

3. Pemda Disalahkan untuk Kebijakan semu yang Tidak Mereka Kuasai

Ketika izin tambang diterbitkan pusat, izin perkebunan skala besar mengantongi mencatut kebijakan nasional, mirisnya pembalakan liar, pembabatan hutan memakai payung hukum proyek strategis nasional (PSN), pemda hanya alih alih menerima “surat pemberitahuan” tanpa kuasa, maka pemda tidak lebih dari sekedar penonton dalam konser perambahan ,pembalakan hutan illegal ,yang katanya sudah mengantongi perizinan nasional. Tetapi ketika banjir bandang banyak merenggut nyawa.manusia tidak berdosa ,eh. eh...alamak zan...malahan cari kambing hitam pusat menunjuk jari ke daerah. Narasi klasik: “ dikatakan pemda lalai”.

Padahal regulasinya : izin di pusat, AMDAL dinilai pusat, kebijakan lingkungan dipangkas di pusat, proyek besar,dan pemilik modal sewenang wenang malah dilindungi pusat.

Siapakah yang salah bro..?

4. Negara Menciptakan Moral bejat & Hazard, Pemda Dipaksa Menjadi Tameng

Dengan sistem ini, pemilik modal besar kebal, pemda jadi bumper politik. Perusahaan raksasa pemilik modal ,tinggal mengantongi satu surat dari pusat, lalu bekerja tanpa takut di lntervensi pemerintahan daerah. Pemda yang kehilangan kewenangan harus tetap disalahkan jika lingkungan rusak. Ini asimetris, cacat hukum ,perbuatan tidak menyenangkan , dan faktor tidak jujur.

5. Banjir Sumatera Bukan Salah Pemda — Tapi Salah penerapan Kebijakan

Banjir di Sumatera bukan meteor jatuh dari langit. Ia lahir dari deforestasi massif, izin konsesi tanpa daya cegah AMDAL, konversi lahan ekstrim, industri ekstraktif ,dan destruktif ,alibi laporan kaca mata pembenaran semu tanpa kontrol, dan regulasi investasi yang mengistimewakan kecepatan di atas keselamatan.

Jika pemerintah pusat mengambil semua kebijakan ,kesewenangan, dan kewenangan, maka pusat juga harus mengambil semua resiko tanggung jawab termasuk dampak akibat air bah,kayu gelondongan hanyut ekosistem hutan ,terpapar bencana banjir bandang yang meluluh lantakkan , nyawa manusia ,seluruh masyarakat beserta kekayaannya hewan hewan langka Sumatera Tidak bisa menguasai izin, tetapi melempar bola panas kesalahan.

6. Penutup: Akuntabilitas Tidak boleh tebang Pilih-pilih

Sebelum seorang menteri mengancam pemda setempat seyogyanya berkaca cermin , lebih baik pemerintah pusat:
 1. Mengembalikan fungsi AMDAL analisa dampak lingkungan ,sebagai tolak ukur "*JAGA KEKAYAAN EKOSISTEM ,HUTAN LINDUNG"* penjaga lingkungan hidup , bukan pelengkap administrasi semu ..
 2. Menghentikan double standard: keras ke pemda, lunak ke pemilik modal besar dan.oligarkhi sesat.dan kroni kroni mereka .
 3. Menghitung ulang fluktuasi kerusakan ekologis rancu akibat kebijakan percepatan izin.
 4. Mengakui bahwa bencana hari ini adalah konsekuensi dari regulasi yang disusun penguasa /Stake holder kemarin.

Karena pada akhirnya, perizinan yang terpusat melahirkan kekuasaan semu , absolut, dan kekuasaan absolut tanpa prima, presisi, transparansi, akuntabilitas, profesional, proporsional adalah hanya mengabaikan sanitasi ekosistem alam, lingkungan hidup habitat hewan dan tumbuhan sebagai faktor serapan paparan carsinogenik oksigen udara kotor adalah fungsi paru paru nasional, globalisasi grean ekosistem, dunia harmonisasi alam & asri menghasilkan satu hal:

Bencana yang disalahkan kepada mereka yang tidak lagi punya kekuasaan !!?? "*Salam GAKORPAN ,PPWI ASTA CITA Menuju lndonesia Emas 2045 ,Macan Asia ...!!??Merdeka ...
(Redaksi :Tim lnvestigasi GAKORPAN ,SARJANA PANCASILA #PPWI #LBH PERS Prima Presisi Polri Gerakan Solidaritas Nasional Suara Rakyat untuk Keadilan "^ USUT TUNTAS ,BONGKAR ,ADILI ,TANGKAP FOR PRAY SUMATRA "^ Ketua Dr. Bernard BBBBI Siagian .Wakil Ketua RUSMAN Pinem.

Posting Komentar

0 Komentar