Jakarta. Visioneernews.com - Sebuah dokumen dan rekaman audio yang beredar di kalangan pelaku industri, yang diduga bocor dari grup WhatsApp pribadi bernama Krisis Minyak Sawit 2025, telah memicu spekulasi tentang pertemuan darurat tertutup antara Presiden Prabowo Subianto dan beberapa konglomerat sawit Indonesia baru-baru ini. Meskipun pihak terkait belum mengkonfirmasi pertemuan tersebut, detail yang dijelaskan dalam bocoran kabar rahasia itu menunjukkan situasi industri sawit yang berada dalam krisis serius dan kepemimpinan politik Indonesia sedang menghadapi tekanan yang sangat berat.
Menurut ringkasan kabar burung tersebut, pertemuan ini dilaporkan berlangsung larut malam di Istana Merdeka, tanpa kehadiran jurnalis dan tanpa jadwal resmi. Para peserta yang disebut-sebut hadir beberapa pengusaha besar di sektor agribisnis Indonesia: Anthoni Salim (Salim Group), Martua Sitorus (Wilmar), Sukanto Tanoto (RGE/Asian Agri), Franky Widjaja (Sinar Mas), Ciliandra Fangiono (First Resources), dan Theodore Rachmat (Triputra). Elite senior pemerintah, Luhut Binsar Pandjaitan dan Erick Thohir juga dilaporkan hadir.
Suasana pertemuan, berdasarkan transkrip yang bocor, digambarkan sebagai "suasana tegang," dengan ekspresi menunjukkan tanda-tanda kepanikan yang kental. Industri ini menghadapi konvergensi tekanan: harga minyak sawit mentah (CPO) telah jatuh ke MYR 3.850 (Ringgit Malaysia), titik terendah dalam 28 bulan.
Sementara investor asing diduga telah menarik dananya lebih dari US$3 miliar dalam satu minggu. Saham perusahaan perkebunan besar seperti AALI (PT. Astra Agro Lestari, Tbk.), LSIP (PT. London Sumatra Indonesia Plantation, Tbk.), dan DSNG (PT. Dharma Satya Nusantara, Tbk.) dilaporkan telah mencapai batas bawah berturut-turut.
Dalam audio yang bocor, suara yang dikaitkan dengan Anthoni Salim mengungkapkan kekhawatiran mendalam tentang penarikan dana global utama. "Jika BlackRock dan Vanguard menarik diri sepenuhnya, kita akan mati," kata suara itu. "Arus kas akan minus US$4 miliar tahun depan. Saya telah menjual tiga kapal tanker swasta untuk menutupi kekurangan tersebut." Keaslian audio tersebut belum terverifikasi oleh pihak berwenang.
Baca Juga : https://www.visioneernews.com/2025/12/penebang-kecil-ditindak-pelaku-besar.html
Suara lain, yang diduga milik salah satu pendiri Wilmar, Martua Sitorus, dilaporkan menyalahkan pengawasan internasional atas masalah sektor ini. “Ini karena pintu Aceh telah dibuka,” katanya, merujuk pada investigasi lingkungan baru-baru ini. “Media Barat telah membuat kita tampak seperti monster deforestasi. EUDR akan mulai berlaku pada Januari 2026, dan India dan China akan mengalihkan 40% ke Malaysia.”
Peraturan Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation Regulation - EUDR), yang akan berlaku pada tahun 2026, mengharuskan perusahaan untuk membuktikan bahwa produk mereka tidak terkait dengan deforestasi, masalah yang telah lama menghantui industri minyak sawit Indonesia. Transkrip yang bocor menunjukkan bahwa, dengan pemberlakuan EUDR tersebut, produsen utama khawatir akan hilangnya permintaan ekspor. Seorang eksekutif memperingatkan bahwa “10 juta ton stok akan menumpuk” dan harga dapat turun lebih jauh menjadi MYR 3.000.
Suara lain, yang dikaitkan dengan Sukanto Tanoto, diduga menyatakan bahwa ia telah menghubungi calon pembeli di China. “Mereka bersedia membeli 500.000 hektar lahan Kalimantan yang dijual, asalkan harganya di bawah US$1.000 per hektar,” kata suara itu. “Jika tidak ada solusi, saya akan menjualnya ke China saja.”
Bagian yang paling sensitif secara politik dari bocoran informasi rahasia tersebut melibatkan komentar yang dikaitkan dengan Presiden Prabowo. Dalam transkrip tersebut, Presiden disebutkan mendesak para konglomerat yang hadir untuk “bersabar,” dan mengatakan bahwa ia telah memerintahkan peningkatan biodiesel dari B50 menjadi B60 pada Januari 2026, yang akan meningkatkan penyerapan minyak sawit domestik sekitar 5 juta ton.
Transkrip tersebut juga menuding bahwa Prabowo berjanji untuk mengalihkan Rp 60 triliun dari dana BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) untuk membeli saham minyak sawit dengan harga tetap MYR 4.200 dengan syarat perusahaan menerima persyaratan plasma 80%. Ia juga disinyalir meminta “kontribusi khusus” sebesar Rp 15 triliun untuk mendukung program makan bergizi gratis pemerintah untuk tahun 2026.
Tidak satu pun dari klaim ini yang telah dikonfirmasi oleh istana, perusahaan yang terlibat, atau sumber independen. Transkrip tersebut diakhiri dengan suara yang dikaitkan dengan Franky Widjaja yang mengungkapkan keputusasaan: “Kami telah kehilangan Rp 40 triliun dalam saham minggu ini. Jika plasma mencapai 80%, valuasi perusahaan akan turun 60%. Tapi… kami setuju. Jangan sampai kami bangkrut.”
Bocoran tersebut diakhiri dengan deskripsi tentang “jabat tangan yang terpaksa” dan indikasi kuat bahwa beberapa taipan segera menghubungi pengacara untuk mempersiapkan penjualan aset ke China atau Arab Saudi jika tidak ada dana talangan yang terwujud.
Apakah pertemuan tersebut terjadi seperti yang dijelaskan masih belum terverifikasi. Namun, bocoran tersebut telah memicu debat publik terbatas tentang masa depan sektor minyak sawit Indonesia, peran pemerintah dalam mendukung konglomerat besar, dan keberlanjutan jangka panjang industri yang menghadapi pengawasan global yang belum pernah terjadi sebelumnya. (Secret-Service-Agency)

0 Komentar