Smart School atau Smart Modus? Menelisik Dugaan Honor Siluman di Balik Program Pendidikan Sulsel

Smart School atau Smart Modus? Menelisik Dugaan Honor Siluman di Balik Program Pendidikan Sulsel


Palopo. Visioneernews.com - Program Smart School kembali menjadi sorotan setelah tim pelaksananya tiba di Kota Palopo, Kamis (10/10/2025), untuk menggelar kegiatan In House Training (IHT). Namun, di balik agenda pelatihan digitalisasi sekolah yang terkesan modern, terselip dugaan praktik pungutan tidak berdasar terhadap sekolah-sekolah negeri penerima program.


Informasi yang diperoleh redaksi menyebutkan, panitia kegiatan meminta agar setiap sekolah membayar honor narasumber sebesar 8 JP x Rp300.000, dengan alasan “biaya dukungan pelaksanaan IHT.”

Namun, ironisnya, tidak ada dasar aturan atau surat resmi dari Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan yang mengatur mekanisme pembayaran tersebut.


“Tim datang membawa nama Smart School, minta sekolah siapkan honor untuk narasumber. Tapi tidak ada surat dasar, tidak ada juknis, bahkan sumber dananya tidak jelas dari mana,” ungkap salah satu kepala sekolah di Palopo yang meminta identitasnya dirahasiakan.


Surat Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan bernomor 800/3241-sek-2/08/15 tertanggal 7 Agustus 2025, yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel, H. Andi Iqbal Najamuddin, menjadi rujukan utama dalam pelaksanaan program Smart School.


Namun setelah dicermati, isi surat tersebut sama sekali tidak mencantumkan instruksi terkait honorarium, pembiayaan kegiatan, maupun penggunaan dana BOS atau sumber lain.


Dalam surat tersebut, hanya disebutkan tiga poin utama:


1. Optimalisasi pelaksanaan program Smart School dengan dukungan aktif dari kepala cabang dinas dan kepala sekolah.

2. Laporan kondisi perangkat pendukung di masing-masing sekolah.

3. Persiapan tenaga pengajar dan perwakilan siswa untuk mengikuti sosialisasi aplikasi Smart School.


Artinya, tidak ada legitimasi hukum yang memperbolehkan penarikan biaya apapun dari sekolah, apalagi dalam bentuk pembayaran honor narasumber atau pelatihan tambahan di luar jadwal resmi Disdik.


Para pemerhati pendidikan menilai, praktik seperti ini berpotensi menjerumuskan kepala sekolah karena bisa dikategorikan sebagai pembelanjaan tanpa dasar hukum.

Jika dana yang digunakan bersumber dari BOS, maka risiko hukumnya bisa sangat serius, sebab BOS memiliki juknis yang ketat dan tidak memperbolehkan pembiayaan kegiatan tanpa dasar SK atau juknis resmi.


Pemerhati pendidikan Sulawesi Selatan, Rizal Rahman, menilai fenomena ini adalah bentuk baru dari “proyek siluman” di sektor pendidikan.


“Suratnya hanya perintah untuk mendukung program, tapi lapangan jadi lahan pungutan. Kepala sekolah dijadikan sapi perah—dipaksa bayar dengan dalih pelatihan digital,” ujarnya.


Rizal menegaskan bahwa jika kegiatan tersebut tidak tercantum dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS), maka penggunaannya otomatis tidak sah.


 “Sekolah bisa kena temuan BPK. Narasumbernya untung, tapi kepala sekolah yang diseret nanti,” tambahnya.


Secara konsep, Smart School merupakan inisiatif digitalisasi pendidikan yang digadang-gadang akan membawa sekolah-sekolah di Sulawesi Selatan menuju era pembelajaran berbasis teknologi.

Namun, implementasinya di lapangan justru terkesan tidak transparan dan tidak terkendali.


Beberapa kepala sekolah di wilayah Luwu Raya dan Gowa mengaku mendapat tekanan agar ikut serta, meski tidak memahami tujuan dan sumber pembiayaannya.

Bahkan, ada laporan bahwa kegiatan serupa telah dilakukan berulang kali dengan format berbeda, namun dengan pola pungutan yang sama.


“Kegiatan jalan terus, tapi laporan dan dasar hukumnya tidak pernah jelas. Seolah sistematis,” kata seorang guru di Kabupaten Luwu.


Surat resmi Disdik Sulsel mencantumkan satu nama penghubung, yaitu Abqar Jinnie (CP. 0851-****-*005), sebagai kontak untuk informasi lebih lanjut.

Namun, hingga kini belum ada klarifikasi publik dari pihak tersebut terkait dasar hukum pelaksanaan IHT atau sumber pembiayaan narasumber yang dipungut dari sekolah.


Di sisi lain, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel, H. Andi Iqbal Najamuddin, belum memberikan pernyataan resmi mengenai dugaan pungutan honor narasumber tanpa dasar ini.


Gelombang kritik terhadap Smart School kini menguat. Publik mendesak agar Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman, segera turun tangan memerintahkan evaluasi menyeluruh dan audit independen terhadap seluruh kegiatan pendidikan yang melibatkan dana BOS maupun APBD.


Langkah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang saat ini sedang melakukan Pemeriksaan Kepatuhan Pendahuluan atas Belanja Daerah Tahun Anggaran 2024–2025 di Sulsel diharapkan dapat membuka tabir dugaan praktik penyimpangan dalam pelaksanaan program-program pendidikan tersebut.


“Kalau dibiarkan, dunia pendidikan kita akan terus jadi ladang proyek. Smart School bisa berubah jadi Smart Modus,” pungkas Rizal Rahman.


 (TIM/Red)

Posting Komentar

0 Komentar